- 24/10/2012
- Posted by: Ari Syarifudin
- Category: Berita
JAKARTA – Peran media sebagai pengelola sumbangan sejak 15 tahun terakhir terus berkembang sampai saat ini. . Selain berperan dalam memberitakan berbagai persoalan, musibah dan bencana yang terjadi di masyarakat, media juga sukses mencetak dirinya sebagai ‘mesin pengumpul sumbangan” yang efektif.
Televisi, radio, dan surat kabar dan media online tidak lagi hanya berperan sebagai media informasi dan hiburan, tapi mulai memperluas kiprahnya sebagai penggalang, pengelola dan penyalur dana sosial, sebuah peran yang sebelumnya hanya dilakukan oleh lembaga sosial maupun lembaga donor.
Penelitian yang dilakukan PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) dan PFI (Perhimpunan Filantropi Indonesia) yang didukung Yayasan Tifa, pada bulan Juli – September 2012 mencatat 147 media yang mengelola sumbangan masyarakat.
Hal itu disampaikan Direktur PIRAC Hamid Abidin, M.Si, dalam Diskusi Sosialisasi Hasil Penelitian PIRAC & PFI, di Gedung Dewan Pers pada tanggal 17 Oktober lalu. Diskusi ini dihadiri Pemimpin Redaksi dan Pengelola Sumbangan di Media Nasional.
Dikatakan Hamid, sebagian besar program itu memang bersifat incidental/temporer: dilakukan pada saat bencana atau atas permintaan pemirsa, pembaca, atau pendengarnya. Namun, sebagian lainnya sudah menjadi program rutin dengan melakukan penggalangan secara reguler.
“Sebagian program yang awalnya dikelola oleh tim adhoc/ kepanitiaan juga sudah menjelma menjadi yayasan sosial dan ditangani oleh tenaga professional,” tutur Hamid.
Hamid juga menyebutkan, selain potensi sumbangan, hasil penelitian PIRAC & PFI juga menemukan beragam persoalan akuntabillitas di media pengelola sumbangan. Misalnya, banyak media yang tidak memiliki ijin pengumpulan sumbangan, penggunaan rekenening perusahaan dan pribadi untuk menampung sumbangan, tidak membuat dan menyampaikan laporan hasil penggalangan sumbangan, sampai tiadanya akses dan keterlibatan masyarakat untuk memberikan masukan, mengontrol serta mengawasi pengelolaan sumbangan.
Bahkan Media juga terlihat tidak siap melayani permintaan informasi karena keterbatasan sumber daya. Selain itu, juga ditemukan beragam persoalan yang terkait etika dan hukum. Misalnya, tidak adanya pemisahan yang tegas antara kegiatan sosial dari dana publik dengan kegiatan CSR media atau kegiatan sosial pemilik media, pemanfaatan sumbangan dari publik untuk kegiatan CSR perusahaan media, penyaluran sumbangan untuk kepentingan partai dan tokoh politik tertentu, Penyematan nama media atau pemilik media pada infrastruktur yang dibangun dengan sumbangan publik, serta penggunaan gambar-gambar bencana/ musibah sebagai sarana promosi program secara berlebihan
”Persoalan transparansi dan akuntabilitas ini muncul karena tidak adanya kesamaan pemahaman serta tiadanya kode etik atau pedoman akuntabilitas yang disepakati bersama sebagai acuan dalam mengelola sumbangan. Masing-masing pengelola sumbangan di media punya pemahaman yang berbeda dalam memaknai akuntabilitas dalam pengelolaan sumbangan, ”tegas Hamid.
Misalnya, lanjut Hamid, sebagian besar berpendapat bahwa mereka sudah akuntabel bila membuat laporan, menayangkan proses penyerahan bantuan, dan laporannya diaudit oleh akuntan publik. Padahal, akuntabilitas tidak hanya mengacu pada laporan, tapi juga meliputi keterlibatan donatur dan masyarakat beneficieries pada perencanaan dan implementasi program, serta kecepatan organisasi dalam merespon kebutuhan dan masukan serta komplain dari masyarakat.
Standar Akuntabilitas
Hamid juga menjelaskan, untuk mengatasi persoalan akuntabilitas ini, para pengelola sumbangan di media sepakat untuk merumuskan standar akuntabilitas pengelolaan sumbangan secara partisipatif dengan mengacu pada pengalaman dan kondisi lapangan. Rumusan ini dibuat dalam diskusi sosialisasi hasil penelitian PIRAC & PFI di Gedung Dewan Pers pada tanggal 17 Oktober.
Menurut Hamid, inisiatif diskusi ini difasilitasi Dewan Pers ini kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan tim perumus yang melibatkan para pengelola sumbangan media. Tim perumus yang terdiri dari pengelola Dana Kemanusiaan Kompas, YDBA Sekar Mlatti Femina Group, Pundi Amal SCTV, Yayasan Sukma Media Group, Bens Radio Peduli, dan RRI Peduli.
Tim ini akan dilengkapi perwakilan pengelola sumbangan yang berasal dari media On line. Perumusan kode etik ini difasilitasi oleh PFI dan PIRAC dengan dukungan Yayasan TIFA yang nantinya akan membantu penyediaan data sebagai bahan rujukan dalam perumusan kode etik. Tim akan bekerja mulai akhir oktober dan diharapkan sudah menghasilkan draft kode etik atau pedoman akuntabilitas pengelolaan sumbangan awal Desember 2012.
Hasil kerja tim perumus nantinya akan disosialisasikan kepada berbagai media dan asosiasi pers untuk mendapatkan masukan, dukungan dan pengesahan. Upaya ini diharapkan mampu meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas media dalam pengelolaan sumbangan, serta meminimalisir persoalan-persoalan akuntabilitas yang selama ini dihadapi media dalam menggalang, mengelola dan menyalurkan sumbangan masyarakat.