- 21/06/2012
- Posted by: Ari Syarifudin
- Category: Berita
Saat ini ada peran baru yang marak dilakukan oleh media di Indonesia. Peran baru ini cukup unik yaitu menggalang dan mendistribusikan dana sosial dari masyarakat. Hampir semua media saat ini mengambil peran penting dalam kegiatan filantropi (kedermawanan sosial), terutama pada saat terjadi bencana di suatu daerah, misalnya, bencana tsunami di Aceh dan gempa di Yogyakarta beberapa waktu yang lalu.
Media juga sukses dalam mengelola program bantuan kesehatan atau program penyantunan lainnya bagi masyarakat yang kurang mampu. Ratusan media baik cetak maupun elektronik berlomba-lomba meraih dukungan massa melalui program amal yang mereka publikasikan melalui medianya masing-masing.
Media mendapat tempat yang dipercaya masyarakat untuk penggalangan dana masyarakat. Dalam hal penggalangan dana, media itu bisa berada di garis depan karena langsung ber-hadapan dengan masalah, media mempunyai kemampuan menjangkau masyarakat lebih luas. Itu disebabkan oleh beberapa hal yang menjadi kelebihan media.
Pertama, daerah reaching out media itu lebih luas dari yang lain, dibandingkan dengan organisasi-organisasi kecil yang bekerja sendiri-sendiri.
Kedua, media dapat memberikan aspek emosional bagi permirsa/pembaca dengan memberi sentuhan gambar yang sedih dengan narasi yang menyentuh.
Inilah yang menyebabkan media lebih mendapatkan perhatian untuk penggalangan dananya, karena memang salah satu fungsi media yaitu yaitu to inform, to entertain, to educate, dan social control (surveillance). Sebetulnya to educate dan surveillance itu berfungsi dalam konteks filantropi.
Namun persoalan yang muncul kemudian adalah, ketika disatu sisi media dipergunakan sebagai reaching out, untuk menyampaikan dan mengajak berdarma, disisi yang lain pada aspek pendistribusian penggalanan dana sosial melalui media belum memenuhi aspek akuntabilitas pengelolaan bantuan kemanusian..
Persoalan transparansi dan akuntabilitas di dalam pengelolaan sumbangan masyarakat yang dilakukan oleh media menjadi beban ganda bagi media sendiri. Di satu sisi media memiliki peran untuk menjaga terlaksanakannya transparansi publik dari semua lini.
Namun di sisi lain, berdasarkan hasil temuan penelitian PIRAC 2010, justru media masih minim melakukan transparansi dan keterbukaan dalam hal pengelolaan sumbangan masyarakat yang telah dihimpun media untuk program kemanusiaan.
Berkembangnya kegiatan filantropi di media belum didukung oleh kode etik penggalangan dan pendistribusian dana masyarakat. Belum adanya kode etik yang mengatur program penggalangan lewat media membuka peluang terjadinya penyelewengan dana. Media tidak punya pedoman yang bisa digunakan sebagai acuan dalam proses penggalangan, pengelolaan maupun distribusi dana sosial tersebut.
Di negara lain penyelenggaraan program ini sudah diatur dengan baik. Di Inggris misalnya, Komisi Televisi Independen (ITC) dan Radio Authority mengatur program siaran radio dan televisi di negara itu juga memasukkan mekanisme penyelenggaraan program penggalangan dana (fundraising) dalam kode etik programnya.
Kontrol terhadap media ini juga penting untuk dikedepankan terutama karena media harusnya menjadi contoh. Jika tidak ada kontrol, bila media melakukan kesalahan atau senjaga melakukan penyelewengan ini sangat berbahaya karena akses informasi justru dipegang oleh media. Apalagi bila sesama media saling menutupi praktik penyelewengan dana publik ini.
Penting bagi media yang menjalankan peran menghimpun dan menyalurkan dana publik untuk membuat kode etik dalam menjalankan filantropi. Karena selama ini belum ada UU yang mengantur dan mengantisipasi masalah filantropi yang dilakukan oleh media. UU yang ada baru sebatas mengatur pada content dan isi pemberitaan belum berkaitan dengan kegiatan charity/filantropi yang dilakukan oleh media.
Kode etik ini nantinya yang mengatur persoalan perijinan pengelolaan dan penyaluran dana masyarakat, pedoman penggalangan dan penyaluran dana masyarakat, masalah transpransi dan akuntabilitas pengelolaan bantuan masyarakat dan upan balik (pengaduan) masyarakat. Kode etik ini dapat panduan pelaksanaan dan to conduct surveillance bagi media ketika mengelola dana publik untuk kemanusiaan.