- 19/06/2012
- Posted by: Ari Syarifudin
- Category: Berita
Mayoritas umat islam berharap bahwa zakat, infaq dan sedekah (ZIS), sebagai institusi keuangan yang Islami akan berperan banyak dalam menyelesaikan berbagai permasalahan sosial ekonomi umat kontemporer, terutama yang berkaitan dengan ketimpangan kepemilikan sumber-sumber ekonomi.
ZIS diyakini sebagai simbol ekonomi keadilan dan kerakyatan, yang dapat menempatkan sumber-sumber ekonomi pada tempat yang semestinya, sehingga secara kreatif akan sanggup menumbuhkan daya produktivitas anggota masyarakat dalam mencari dan mengembangkan pendapatan mereka.
Pada waktu yang sama, ia dapat menjadi media penguatan masyarakat yang dengan efektif bisa mengangkat derajat kelompok masyarakat yang lemah (al mustadh’afin), sehingga mereka memiliki kapasitas, potensi dan kesempatan yang sama dengan kelompok yang telah lebih kuat, untuk memakmurkan kehidupan ini dan mengelola sumber-sumber daya alam.
Tetapi dalam tataran fikih aplikatif, untuk membenarkan dan merealisasikan harapan ini, ZIS masih memerlukan interpretasi terhadap teks-teks yang terkait. Dengan didasarkan pada semangat misi keadilan zakat itu sendiri, pada kesadrana realitas pendukung pada masa Nabi SAW (asbab an-nuzul dan asbab al-wurud) dan realitas sosial ekonomi kita sekarang.
Banyak hal dalam aplikasi fikih ZIS yang sementara ini diterapkan, tidak berjalan paralel dengan misi yang ingin diraih melalui syari’atnya. Yaitu misi keadilan ekonomi, penguatan masyarakat lemah, dan pemerataan kesejahteraan. Apabila ZIS masih diharapkan untuk ikut menyelesaikan beberapa permasalahan sosial ekonomi umat dewasa ini, maka upaya interpretasi fikih zakat adalah sebuah keniscayaan, baik dalam hal penggalangan, maupun pada persoalan alokasi dan distribusinya.