- 03/12/2019
- Posted by: Ari Syarifudin
- Category: Berita
Berawal dari kegelisahan banyaknya CSO yang bergerak di bidang bantuan hukum saat ini mati suri karena minimnya dukungan pendanaan untuk program bantuan hukum rakyat miskin. Hasil temuan asesment yang dilakukan PIRAC terhadap sejumlah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Indonesia mengkonfirmasi masih tingginya tingkat ketergantungan CSO terhadap donor internasional dan belum ada diversifikasi sumber pendanaan. Di sisi lain ada kegairahan dunia filantropi untuk mendukung program keadilan sosial. Berbekal hal tersebut mendorong PIRAC melakukan riset “Pemetaan Potensi Filantropi Pendukung Program Bantuan Hukum untuk Warga Miskin dan Kelompok Rentan“.
Dengan dukungan dana dari lembaga TIFA Foundation, riset pemetaan ini berupaya untuk mengindentifikasi sumber-sumber pendanaan bagi CSO dan memetakan karakter lembaga filantropi untuk mendukung program bantuan hukum rakyat miskin melalui filantropi social justice.
Pengumpulan data dalam riset pemetaan ini dilakukan dengan empat metode yaitu review dokumen, penyebaran survei online/offline, wawancara mendalam dan FGD dengan melibatkan 40 organisasi filantropi dari CSR/yayasan perusahaan, yayasan keluarga, yayasan keagamaan dan kantor firma hukum. Penelitian dilakukan selama lima bulan mulai dari Bulan April 2019 sampai dengan Agustus 2019
Profil Lembaga Filantropi
Hasil pemetaan menunjukkan komposisi responden 42,5% berasal dari Yayasan Keagamaan, 25% Yayasan Perusahaan, 17,5% Firma Hukum, 7,5% Perusahaan, dan 7,5% Yayasan Keluarga. Tipe organisasi yang disurvei hampir sebagian besar (51%) lembaga filantropi memiliki tipe organisasi sebagai pelaksana program (implementor), 26% pemberi dana (grantmaker) sisanya yaitu 23% adalah organisasi perantara (intermediary). Status badan hukum lembaga filantropi yang disurvey 67% yayasan, 7% perkumpulan, 3% Ormas, 10% Perseroan Terbatas, dan sisanya menyebut badan hukum lainnya sebanyak 13%. Cakupan wilayah kerja lembaga filantropi yang disurvei yaitu 82% nasional, 13% lokal, dan 5% regional.
Dukungan Program Filantropi Bagi Bantuan Hukum
Terkait dengan dukungan pada program sebanyak 47% lembaga filantropi menyatakan pernah membantu program advokasi dan bantuan hukum, sisanya 53% menyatakan belum pernah. Untuk khusus program bantuan hukum rakyat miskin, ada 37% lembaga filantropi menyatakan sudah pernah mendukung, 8% menyatakan belum pernah mendukung namun ada ketertarikan dan 55% menyatakan tidak tertarik untuk memberikan dukungan pada program bantuan hukum rakyat miskin.
Bagi lembaga filantropi yang pernah mendukung program bantuan hukum, 27,5% menyatakan target sasaran program bantuan hukum yang didukung ini ditujukan untuk warga miskin, 13,7% untuk perempuan dan disabilitas, 11,8% untuk kelompok anak, 9,8% untuk kelompok agama/keyakinan minoritas selebihnya untuk masyarakat adat, kelompok lanjut usian, LGBT dan lainnya. Bentuk bantuan dukungan program untuk bantuan hukum yang diberikan oleh lembaga filantropi 31% adalah konsultasi hukum, 28,6% pengacara/lawyer, 16,7% menghubungkan pada organisasi bantuan hukum lain dan bantuan dana, 7,1% lainnya.
Lembaga filantropi lebih menyukai jenis bantuan hukum pada non litigasi (61%), hanya 39% lembaga filantropi yang memberikan bantuan pada kasus litigasi. Dalam memberikan dukungan program bantuan hukum, 39% lembaga filantropi menyatakan mengalokasikan kurang dari 100 juta, 28% lainnya menyatakan belum ada pengalokasian budget khusus untuk program bantuan hukum, 11% menyatakan antara 100 juta – 500 juta dan 22% lembaga filantropi menyatakan lebih dari 1 milyar. Lembaga filantropi yang menyatakan memberikan bantuan lebih dari 1 milyar ini beberapa adalah lembaga filantropi yang memang bergerak di bidang bantuan hukum dan filantropi agama.
Alasan Lembaga Filantropi Mendukung Bantuan Hukum
Alasan lembaga filantropi mendukung program bantuan hukum rakyat miskin ini 36% karena ingin berkontribusi pada penyelesaian persoalan masalah yang muncul di masyarakat. 24% menyatakan program bantuan hukum sesuai dengan visi misi lembaga, 16% ingin berkontribusi terhadap UU No. 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum, alasan lainnya sesuai dengan kebutuhan organisasi (9%), bagian dari strategi perusahaan/lembaga (4%) dan lainnya (11%).
Bagi lembaga filantropi yang tidak mendukung program bantuan hukum beralasan karena program bantuan hukum bukan prioritas lembaga, tidak ada mandat lembaga untuk menjalankan program bantuan hukum dan alasan lainnya (44%), isu advokasi dan bantauan hukum terlalu sensitive dan tidak memiliki manfaat langsung terhadap lembaga (masing-masing 18%) dan 15% lembaga filantropi beralasan tidak mendukung program bantuan hukum karena isu advokasi dan bantuan hukum memiliki citra buruk.
Ada beberapa potensi untuk dukungan lembaga filantropi untuk program bantuan hukum seperti adanya kebijakan UU no. 16 tahun tentang bantuan hukum rakyat miskin, pendanaan dari Posbakum (BPHN), potensi lainnya dari BUMN dan Baznas juga beberapa filantropi Islam, probono dari berbagai lawyer/advokat, dan jasa konsultasi hukum yang bisa ditawarkan ke berbagai lembaga filantropi terutama filantropi perusahaan dan keluarga. Ada beberapa kegiatan non litigasi yang potensian untuk ditawarkan ke lembaga filantropi sebagai sumberdaya baru untuk LSM Bantuan Hukum.
Kendala atau Faktor Penghambat
Beberapa kendala atau faktor penghambat untuk dukungan filantropi bantuan hukum ini diantaranya adalah bahwa filantropi perusahaan dan keluarga tidak memiliki program bantuan hukum untuk rakyat miskin karena program itu dianggap sensitive, tidak memiliki kemanfaatan langsung bagi lembaga filantropi, durasi waktu panjang, biaya besar, dengan target capaian yang belum pasti. Kendala lainnya terkait dengan kapasitas LSM Bantuan Hukum yang masih terbatas terutama terkait dengan fundraising dan manajerial juga ketidaktahuan di tingkat internal lembaga filantropi terhadap bentuk-bentuk program bantuan hukum membuat minat lembaga filantropi untuk mendukung program bantuan hukum rakyat miskin masih rendah. Riset pemetaan ini memberikan rekomendasi terkait; 1) pentingnya literasi dukungan filantropi untuk program/kegiatan bantuan hukum rakyat miskin, 2) membuat forum filantropi untuk bantuan hukum serta menyusun rencana aksi bersama terkait program bantuan hukum rakyat miskin, 3) memberi masukan kepada pembuat kebijakan (Pemerintah) untuk mendorong pelaku filantropi mendukung program bantuan hukum bagi masyarakat miskin. 4) peningkatan kapasitas lembaga filantropi yang memiliki program/mendukung kegiatan di bidang hukum. 5) mengasah kemampuan menggalang dana (Fundraising) bagi lembaga-lembaga filantropi yang memiliki dukungan terhadap program bantuan hukum. 6) Merancang kegiatan/program tematik disesuaikan dengan karakteristik lembaga filantropi yang berpotensi memberikan dukungan pada bidang bantuan hukum. 7) Kampanye massif di media sosial tentang untuk memperoleh dukungan program bantuan hukum (Ari Syarifudin)