- 27/02/2018
- Posted by: Ari Syarifudin
- Category: Berita
Beberapa penelitian dan pemberitaan menyebutkan bahwa banyak NGO/LSM yang tumbuh dan berkembang paska reformasi tersendat, tidak berkembang, bahkan berhenti beroperasi karena minimnya dukungan pendanaan. Banyak NGO/LSM yang hanya mengandalkan donor internasional sebagai sumber pendanaan organisasinya banyak yang mati suri karena dukungan donor internasional terhadap program di Indonesia makin berkurang.
Hasil riset yang dilakukan oleh Lassa dan Elcid Li mengungkapkan bahwa LSM di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan yang dapat mengancam keberlanjutannya. Krisis ketersediaan dukungan dana dari donor internasional menjadi tantangan keberlanjutan LSM di Indonesia, selain tantangan lainnya seperti manajemen organisasi, manajemen sumber daya manusia, dan kemampuan lembaga dalam membina generasi pemimpin LSM baru. Ditengah tantangan keberlanjutan, LSM juga memiliki tantangan pada independensinya. LSM dituntut untuk dapat bekerja secara mandiri tanpa intervensi dari pemerintah atau pihak-pihak lainnya. Namun disatu sisi, relasi dan kemitraan dengan sektor pemerintah dan pihak-pihak lain (termasuk perusahaan/swasta) juga menjadi faktor penentu keberlanjutan LSM itu sendiri.
Keberlanjutan LSM tidak dapat dipisahkan dari sistem-sistem yang lebih luas yang melingkupinya. Kekuatan dan keberlanjutan LSM juga dipengaruhi oleh proses perubahan yang didorong oleh LSM, jaringan yang luas serta dukungan dari para pemangku kepentingan lainnya seperti seperti penyandang dana, badan pemerintah dan pihak swasta. Kekuatan internal dan eksternal yang melingkupi LSM harus diukur untuk melihat potensi keberlanjutan dari LSM itu sendiri.
Ada beberapa pertanyaan yang muncul di seputaran keberlanjutan organisasi. Bagaimana kualitas informasi dan referensi mengenai sumber-sumber daya dan dukungan program bagi organisasi masyarakat sipil. Bagaimana pola dukungan pendanaan dari hibah lembaga donor? Bagaimana pola pengelolaan sumber dana sumbangan masyarakat yang terbatas? Apakah ada pengelolaan unit usaha yang dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil? Bagaimana skema pendanaan dan model fundraising (penggalangan dana/daya) oleh organisasi masyarakat sipil?
Berbekal beberapa pertanyaan di atas, PIRAC mencoba mengumpulkan informasi untuk mendapatkan jawaban yang komprehensif. Semua persoalan di atas berujung pada mobilisasi sumber daya lembaga. Untuk mendalami persoalan itu, PIRAC berinisiatif membuat alat ukur untuk mendalami persoalan pengelolaan mobilisasi sumberdaya lembaga. Alat ukur yang digunakan yaitu PONDASI (Pengukuran Potensi Keberlanjutan Dalam Organisasi).
Tools PONDASI merupakan pengukuran potensi keberlanjutan dalam organisasi; sebuah alat untuk mengukur potensi keberlanjutan organisasi masyarakat sipil (LSM/NGO) yang dikembangkan oleh PIRAC untuk membantu organisasi masyarakat sipil (LSM/NGO) menarik diri, menjaga jarak dengan organisasinya dan melakukan refleksi dalam penilaian obyektif tentang organisasinya.
Alat ini secara spesifik mengukur tingkat potensi keberlanjutan lembaga, sebagai pelengkap dari alat pengukuran yang pernah ada sebelumnya seperti OCA, OCPAT, ODST, TANGO dan lainnya. Bila alat lain lebih banyak mengukur segi menajemen organisasi untuk peningkatan kapasitas organisasi, tools PONDASI lebih menitikberatkan pada aset organisasi sebagai modal keberlanjutan lembaga.
Tools PONDASI menggunakan pendekatan partisipasi reflektif yang melibatkan staf dan pimpinan organisasi sebagai peserta pengukuran dalam sebuah FGD (Focus Group Discussion). Peserta FGD akan memberikan skoring dan melakukan refleksi atas proses pengukuran di lembaganya. Diharapkan FGD ini akan menghadirkan perwakilan dari pimpinan organisasi, manager program dan staf yang kurang lebih terdiri dari 5 – 10 orang.
Alat ukur (tools) PONDASI ini akan mengumpulkan informasi seputar manajemen organisasi, aset lembaga, sumberdaya manusia, sumber dana, dan inovasi. Tools ini merupakan inisiasi PIRAC yang digunakan untuk mengukur keberlanjutan Mitra Maju – The Asia Foundation (TAF) . Ada rangkaian uji coba yang diberikan ke dua LSM mitra maju sebagai mitra pengujian. Kedua lembaga itu adalah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Jakarta dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesa (YLBHI). Uji coba tools ini dilakukan pada 19 – 21 Februari di LBH APIK dan tanggal 21 – 23 Februari di YLBHI.
Workshop Fundraising : Bisnis Model Canvas
Selain uji coba tools PONDASI juga diimbangi dengan workshop fundraising organisasi dengan pendekatan business model canvas (Bisnis Model Canvas) untuk memetakan kekuatan lembaga dan penguatan tools fundraising lembaga yang sudah berjalan sehingga bisa mendukung keberlanjutan organisasi. Bisnis model kanvas adalah sebuah strategi dalam manajemen yang berupa visual chart yang terdiri dari 9 elemen. Penggunaan bisnis model kanvas biasanya didahului analisis SWOT untuk perusahaan yang sudah berjalan. Sedangkan untuk perusahaan yang baru memulai, bisnis model kanvas dapat membantu perencanaan dan aktivitas-aktivitas. Yang membedakannya dengan business plan adalah dari segi kemudahan tampilan, business model canvas sejatinya menyederhanakan detailing dari business plan atau perencanaan bisnis. Sembilan elemen itu adalah Customers Segment, Value Proposition, Customer Relationship, Channel, Revenue, Stream, Key Resource, Key Activities, Key Partnership, dan Cost Structure
Rangkaian ujicoba di kedua lembaga organisasi sipil ini banyak menemukan informasi yang mendukung keberlanjutan organisasi. Ada banyak kegiatan-kegiatan yang dirancang oleh kedua organisasi tersebut dalam keberlanjutan organisasi. Semuanya terbangun secara sistematis dan terencana dengan pendekatan, strategi dan metoda yang teruji. Ada banyak diskusi dan ide-ide cemerlang dalam perbaikan tools PONDASI yang sejalan dengan kerja-kerja organisasi sipil