Membuka Pintu Kolaborasi: PIRAC Bagikan Strategi Menjalin Kemitraan dengan Lembaga Amil Zakat
- 15/10/2025
- Posted by: Admin
- Categories: Berita, Pendampingan
Jakarta, 10 Oktober 2025 – Potensi dana zakat, infaq, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) di Indonesia yang mencapai ratusan miliar rupiah per tahun menjadi peluang besar bagi organisasi masyarakat sipil (OMS) untuk memperluas dampak program sosial mereka. Namun, bagaimana cara organisasi non-profit menjembatani kesenjangan antara melimpahnya sumber daya filantropi Islam ini dengan kebutuhan riil di lapangan?
Pertanyaan ini menjadi fokus utama dalam diskusi Jumatan yang diselenggarakan PIRAC pada Jumat, 10 Oktober 2025. Nor Hiqmah, narasumber dari PIRAC, membagikan pengalaman berharga tentang bagaimana menjalin kemitraan strategis antara OMS dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Potensi Besar yang Belum Tersambung

“Ada celah besar antara potensi suplai dana ZISWAF yang melimpah dengan tingginya kebutuhan sosial di masyarakat,” ungkap Nor Hiqmah membuka sesi. Data yang disajikan menunjukkan fakta mencengangkan: beberapa LAZ besar seperti Dompet Dhuafa dan Rumah Zakat masing-masing mengelola dana lebih dari 400 miliar rupiah per tahun. BAZNAS bahkan berhasil menghimpun 3,3 triliun rupiah sepanjang 2023.
Angka-angka fantastis ini menunjukkan bahwa dana ZISWAF berpotensi menjadi sumber pendanaan alternatif yang signifikan bagi program-program OMS. Namun, masih terjadi mismatch – ketidaktersambungan antara supply side (sumber kedermawanan) dan demand side (kebutuhan riil di lapangan).
Momentum yang Tepat untuk Berkolaborasi
Beberapa perkembangan regulasi dan panduan fikih membuka peluang lebih luas bagi kolaborasi LAZ-OMS. Ketetapan MUI tentang ketentuan hukum penggunaan zakat untuk pendampingan hukum, serta panduan fikih zakat untuk mendukung Sustainable Development Goals (SDGs), menjadi landasan kuat bahwa zakat harus menjadi solusi atas masalah umat secara komprehensif.
“Kemitraan LAZ dan OMS adalah pertemuan antara potensi sumber daya dan kelembagaan yang telah lama menjadi motor gerakan sosial,” jelas Nor Hiqmah. Kolaborasi ini mempertemukan simpul supply side dan demand side menjadi sebuah energi transformatif.
Kriteria yang Harus Dipenuhi OMS
Dalam sesi ini, PIRAC merinci kriteria yang umumnya dicari LAZ dalam memilih mitra. Dari sisi legalitas, OMS harus berbadan hukum resmi, memiliki AD/ART, terdaftar di Kemenkumham, dan memiliki NPWP organisasi. Aspek kredibilitas juga sangat penting, mencakup track record program minimal 2-3 tahun, struktur organisasi yang jelas, laporan keuangan transparan, serta testimoni atau referensi positif.
LAZ juga sangat memperhatikan aspek program yang diajukan. Mereka mengharapkan tujuan program yang jelas dan terukur, target penerima manfaat spesifik (mustahik), metodologi yang masuk akal, anggaran realistis, dan rencana keberlanjutan. Tak kalah pentingnya adalah aspek dampak, di mana program harus memberikan manfaat nyata bagi mustahik, dapat diukur (measurable impact), berkelanjutan (sustainable), dan sesuai dengan prinsip syariah.
Beragam Model Kolaborasi
Nor Hiqmah menjelaskan bahwa kemitraan LAZ-OMS bisa mengambil berbagai bentuk. Mulai dari LAZ yang membiayai program OMS secara penuh, kolaborasi dalam merancang dan mengimplementasikan program bersama, hingga peran OMS sebagai konsultan, penyedia data, atau interlink (penghubung) antara LAZ dengan komunitas penerima manfaat. “Yang penting adalah bagaimana kita bisa berbagi sumberdaya secara optimal untuk menciptakan dampak yang lebih besar,” tambahnya.
Kunci Sukses: Strategi Tiga Langkah
PIRAC membagikan formula sederhana namun efektif untuk membangun kemitraan dengan LAZ. Pertama, cari kontak person yang tepat dengan mengidentifikasi siapa pengambil keputusan di LAZ yang sesuai dengan fokus program Anda. Kedua, gigih meminta waktu presentasi dan jangan mudah menyerah, tunjukkan keseriusan Anda. Ketiga, lakukan perawatan donatur (maintenance/report) dengan menjaga komunikasi, memberikan laporan berkala, dan membangun kepercayaan jangka panjang.
Membuka Jalan Baru
Diskusi Jumatan ini memberikan pencerahan bagi organisasi-organisasi yang selama ini merasa kesulitan mengakses sumber pendanaan. Dana ZISWAF yang melimpah bukan lagi sekadar potensi di atas kertas, tetapi peluang nyata yang bisa dimanfaatkan – asalkan OMS mempersiapkan diri dengan baik.
“Kemitraan ini bukan tentang siapa yang memberi dan siapa yang menerima, tapi tentang bagaimana kita bersama-sama menciptakan solusi atas masalah umat,” tutup Nor Hiqmah, meninggalkan pesan inspiratif bagi para peserta. Dengan berbagai panduan praktis dan studi kasus yang dibagikan, peserta diharapkan dapat membuka pintu kolaborasi baru dengan LAZ dan memperluas dampak program sosial mereka untuk kesejahteraan masyarakat yang lebih luas.
