- 24/05/2012
- Posted by: Ari Syarifudin
- Category: Berita
Buku ini merupakan hasil survei di sepuluh kota tentang potensi dan realita zakat masyarakat di Indonesia yang dilakukan oleh PIRAC pada tahun 2004.
Sebagai Negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di Indonesia potensi zakat belum digalang dan diberdayakan dengan baik. Padalah telah ada UU yang mengelola tentang zakat. Potensi zakat masyarakat pun tercermin dari hasil survei yang dilakukan oleh PIRAC di sepuluh kota di Indonesia terhadap 1936 responden muslim.
Survei ini merupakan update data sekaligus pembanding bagi survey serupa yang pernah dilakukan pada tahun 2000. Hasil penelitian PIRAC menunjukkan bahwa masyarakat yang merasa dirinya sebagai muzakki adalah sebesar 49,8% (hanya zakat mal). Namun begitu ada 7,5% muzakki yang merasa sebagai wajib zakat tidak membayarkan zakatnya.
Survei PIRAC menunjukkan bahwa rata-rata zakat per tahunnya cukup tinggi, yaitu sebesar Rp 416.400/muzakki, dengan nilai berkisar antara Rp. 30.000 – Rp. 797.160. Dengan potensi yang demikian besar maka potensi dana zakat yang bisa digalang dari masayarakat mencapai 6,132 trilyun/tahun.
Dari survey diketahui bahwa ada pengaruh positif kemampuan berzakat berdasarkan kelas sosial. Artinya, zakat yang diberikan oleh kelas A jauh lebih besar dibandingkan dengan kelas B dan C. Namun yang cukup menarik jika dilihat mberdasarkan kota, kelas sosial C di kota Padang memiliki rata-rata yang cukup tinggi dibandingkan kelas sosial A di kota Medan, Pontianak, Manado, Bandung dan Makassar. Bahkan rata-ratanya cukup jauh di atas rata-rata secara jeseluruhan.
Sayangnya ppotensi zaqkat yang cukup besar tersebut tidak teroganisir dengan baik. Hanya 12,5% dana zakat masyarakat yang sudah dikelola dengan baik oleh lembaga resmi seperti: LAZ/BAZ dan Yayasan Amal. Hal ini tidak terlepas dari masih rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap LAZIS maupun BAZ. Bahkan di tiga kota yang dijadikan sample survey, yaitu di Semarang, Manado dan Balikpapan, LAZIS sama sekali belum mendapat kepercayaan dari masyarakatnya.
Tentunya ini menjadi pekerjaan tumah tangga bagi para amil zakat untuk mendorong masyarakat agar mau membayarkan zakatnya melalui lembaga profesional sehingga pendayagunannya dapat dilakukan secara lebih optimal.