Rabu, 24 September 2025 lalu, PIRAC diundang Ananta Fund – Yayasan KEHATI untuk sharing pembelajaran bersama Organisasi Masyarakat Sipil di Bogor. Sebelumnya, PIRAC dengan dukungan Ananta Fund mengimplementasikan program “Peningkatan Kapasitas Tata Kelola & Keberlanjutan Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia Tengah dan Timur”, di semester awal 2025 lalu. Program tersebut meliputi rangkaian kegiatan self assessment, lokalatih tata kelola dan fundraising untuk ketahanan dan keberlanjutan organisasi di Makassar dan 4 kali pendampingan secara daring, serta penguatan jejaring dan kemitraan lintas sektor di Ambon dan Jayapura.
Capaian program
Pada kegiatan sharing pembelajaran tersebut hadir mewakili PIRAC adalah Ninik Annisa, Direktur Eksekutif PIRAC, yang membagi pengalaman PIRAC selama program peningkatan kapasitas dan pendampingan. Mitra yang didampingi terdapat 20 mitra OMS yang tersebar di Indonesia bagian Tengah dan Indonesia bagian Timur.

Dari program yang direncanakan, dapat dikatakan program telah berhasil dengan berbagai capaian. Diantaranya, PIRAC membuat tool ‘Prestasi’ yang digunakan untuk self assessment organisasi mitra atas kondisi diri organisasi tersebut, yang dibuat menyesuaiakan karakter organisasi yang terlibat dalam program ini. 88% peserta menunjukkan peningkatan kapasitasnya pasca lokalatih, terkait dengan tata kelola dan strategi fundraising organisasi, pengembangan SDM organisasi, penyusunan proposal berbasis LFA, dan strategi jejaring kemitraan. Sementara melalui pendampingan sebanyak 4 kali pertemuan, terkait penyususnan SOP, struktur organisasi, proposal dan database donatur. Selain itu juga terdapat setidaknya 55 dokumen kelembagaan yang berhasil disusun oleh mitra, 71% mitra telah mampu menyusu laporan keuangan sesuai dengan standar ISAK 35 dengan menggunakan SaktiApp (dibuat dengan menyesuaikan standar namun memudahkan). Dari hasil monitoring menunjukkan hampir seluruh mitra telah memahami dan menerapkan struktur organisasinya.
Selain itu, dari program ini juga telah mendorong penguatan jejaring lintas sektor melalui forum kolaborasi multipihak di 3 lokasi yaitu Makassar, Jayapura, dan Ambon. Kegiatan tersebut mempertemukan OMS, lembaga filantropi, sektor swasta, dan pemerintah, yang menghasilkan sejumlah komitmen kerja sama strategis dengan OMS mitra yang didampingi.
Hambatan & Tantangan
Selama pelaksanaan program, sejumlah tantangan muncul yang memengaruhi efektivitas dan kecepatan respons mitra dalam menjalankan tugas. Keterbatasan respons dan komunikasi terjadi akibat aktivitas lapangan yang padat, keterbatasan waktu, serta kendala sinyal dan teknologi yang menghambat tindak lanjut pendampingan secara cepat. Dari sisi kapasitas teknis, masih tampak kelemahan dalam kemampuan dokumentasi, seperti keterbatasan kompetensi menulis, kesulitan dalam penyusunan proposal, dan hambatan dalam merumuskan Standar Operasional Prosedur (SOP).
Selain itu, struktur pengambilan keputusan yang hierarkis turut memperlambat proses, karena sebagian peserta tidak memiliki otoritas penuh dan harus menunggu persetujuan pimpinan di tengah birokrasi internal yang kompleks. Di sisi lain, koordinasi internal juga belum optimal akibat padatnya jadwal program, terbatasnya waktu untuk diskusi, serta kurangnya sinkronisasi antaranggota tim. Situasi ini diperparah oleh belum kuatnya kepemimpinan dan mekanisme kaderisasi yang dapat memastikan transfer pengetahuan dan informasi secara berkelanjutan.
Dampak Program
Selama periode program, kapasitas dan tata kelola kelembagaan mitra menunjukkan kemajuan signifikan. Sebagian besar telah menyusun atau mereviu dokumen penting seperti SOP Keuangan, SOP Kelembagaan, dan SOP Perlindungan (PSEA, rujukan kasus, dll), menandakan meningkatnya kesadaran akan pentingnya tata kelola yang akuntabel. Beberapa mitra, seperti Yayasan Harapan Ibu Papua, LP2A Papua, Wallacea, dan AMAN Tana Luwu, juga telah melengkapi AD/ART, SOP pelaksanaan program, serta protokol keamanan data dan kantor. Selain itu, mitra mulai mengembangkan proposal program berbasis potensi lokal—seperti pemulihan lingkungan, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak—serta menjajaki kemitraan dengan lembaga pendanaan seperti Ananta Fund & KEHATI, Rumah Zakat, HI, BAZNAS, BaKTI, Yayasan Kalla, dan CSR PT Kalla Group. Hal ini menunjukkan peningkatan kapasitas kelembagaan, inisiatif programatik, dan keberanian mengakses sumber daya eksternal secara lebih strategis.
Pembelajaran
Pembelajaran penting dari pelaksanaan program menunjukkan bahwa kesetaraan akses teknologi di antara peserta tidak dapat diasumsikan begitu saja; karenanya, strategi komunikasi harus inklusif dan adaptif dengan memanfaatkan berbagai platform seperti WhatsApp, email, SMS, dan telepon agar pesan tersampaikan secara efektif. Pengalaman juga menegaskan bahwa peningkatan kemampuan teknis merupakan investasi jangka panjang yang memerlukan pendampingan bertahap, bukan sekadar pelatihan tunggal. Pendekatan mentoring dengan tugas spesifik, konsultasi rutin, dan penyediaan template praktis terbukti lebih efektif dalam memperkuat kapasitas mitra.
Selain itu, pemahaman terhadap struktur kekuasaan internal organisasi menjadi kunci untuk mencegah kebuntuan dalam pengambilan keputusan—sehingga keterlibatan pimpinan perlu diintegrasikan dalam setiap tahapan program. Di sisi lain, praktik pemetaan pemangku kepentingan dan perluasan jejaring lintas sektor membuka peluang kolaborasi yang lebih strategis bagi OMS. Melalui kemitraan dengan pemerintah (advokasi kebijakan dan akses program), sektor swasta (CSR dan filantropi perusahaan), akademisi (riset dan program berbasis bukti), serta media (kampanye publik dan penguatan branding), OMS dapat memperluas sumber daya, meningkatkan posisi tawar, dan memperkuat sinergi gerakan sosial yang berkelanjutan.