Jakarta, 11 Oktober 2025 – Tantangan pendanaan bagi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Indonesia semakin besar. Dengan status Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah, bantuan donor luar negeri cenderung menurun, sementara potensi pendanaan dalam negeri masih belum terserap optimal untuk menjawab berbagai persoalan di masyarakat. Menjawab kebutuhan strategis ini, Jejaring Lokadaya berkolaborasi dengan PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) menggelar pelatihan daring bertajuk KYUTRI Tematik Mobilisasi Sumber Daya: Akuisisi Potensi Lokal pada Jumat (10/Oktober 2025) melalui platform Zoom Meeting.

Acara ini menghadirkan Ari Syarifudin dari PIRAC sebagai pembicara utama, yang memaparkan materi krusial tentang Memahami Kebijakan CSR Perusahaan untuk memaksimalkan sumber daya dalam negeri. Kolaborasi antara Lokadaya, sebuah jejaring yang fokus pada keberdayaan masyarakat sipil, dan PIRAC, organisasi yang ahli dalam penelitian, pelatihan, dan mobilisasi sumber daya bagi OMS, ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat kapasitas organisasi agar lebih mandiri dan berkelanjutan.  Ditemani  Lilya Pramesti dari Yayasan Para Mitra Indonesia sebagai pembawa acara sekaligus moderator, acara ini berlangsung hangat dan penuh antusias.

Memahami Pilar dan Manfaat Strategis CSR Perusahaan

Dalam presentasinya, Ari Syarifudin menekankan bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) jauh melampaui sekadar tanggung jawab moral; ia merupakan bagian dari strategi bisnis perusahaan untuk menciptakan nilai jangka panjang baik bagi perusahaan maupun masyarakat. CSR didefinisikan sebagai pendekatan bisnis yang mengintegrasikan kepedulian sosial dan lingkungan ke dalam operasi perusahaan dan interaksi dengan para pemangku kepentingan. Implementasi CSR yang baik sangat relevan karena dapat membantu perusahaan mengurangi risiko, meningkatkan reputasi, dan mendukung pembangunan berkelanjutan.

Ari Syarifudin menguraikan tiga pilar utama CSR yang harus dipahami OMS saat menjalin kemitraan:

  • Pilar Ekonomi: Mencakup kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan inovasi, serta kepatuhan pada regulasi dan praktik bisnis yang etis.
  • Pilar Sosial: Meliputi tanggung jawab terhadap komunitas, kesejahteraan pekerja, inklusivitas, dan hak asasi manusia.
  • Pilar Lingkungan: Fokus pada pengelolaan dampak lingkungan, penggunaan sumber daya berkelanjutan, serta pengurangan jejak karbon dan energi hijau.

Di Indonesia, kebijakan CSR diatur melalui UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan PP No. 47 Tahun 2012 tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pemahaman kerangka regulasi ini krusial bagi OMS untuk mengidentifikasi peluang kerjasama yang sesuai.

Menjembatani Kebutuhan OMS dengan Dukungan CSR

Pemateri dari PIRAC juga menjelaskan beragam manfaat CSR yang bersifat timbal balik. Bagi perusahaan, CSR dapat meningkatkan reputasi dan citra, menumbuhkan loyalitas pelanggan, mengurangi risiko bisnis, dan mendorong inovasi. Sementara bagi masyarakat, CSR berkontribusi langsung pada pembangunan sosial dan lingkungan yang berkelanjutan. Untuk memaksimalkan akuisisi potensi lokal, Ari Syarifudin memaparkan berbagai bentuk dukungan CSR yang bisa diupayakan OMS, meliputi dukungan Finansial (seperti program pemberdayaan dan bantuan finansial) dan Non-Finansial (seperti kolaborasi jangka panjang, dukungan teknis dan kapasitas, serta penyediaan infrastruktur dan fasilitas).

Terakhir, Ari Syarifudin memaparkan beberapa peluang strategis bagi OMS dalam menjalin kemitraan CSR, yaitu meningkatnya tuntutan konsumen terhadap bisnis yang berkelanjutan, potensi kolaborasi dengan pemerintah dan masyarakat sipil, serta pemanfaatan inovasi teknologi untuk efisiensi CSR. Namun, ia juga mengingatkan tentang beberapa tantangan yang kerap dihadapi, seperti kurangnya pemahaman dan komitmen manajemen perusahaan, keterbatasan sumber daya dan dana, serta regulasi yang belum optimal. Oleh karena itu, OMS perlu menyusun strategi akuisisi potensi lokal yang cermat dan profesional.

Pelatihan ini berakhir dengan harapan agar OMS semakin terampil dalam “Akuisisi Potensi Lokal,” menjadikan dukungan dari sektor korporasi sebagai sumber daya berkelanjutan untuk menjawab dinamika persoalan di akar rumput.