Jumat, 3 Oktober 2025, PIRAC turut berpartisipasi dalam “Serial Pelatihan Mobilisasi Sumber Daya Lokal”. Kegiatan ini bertujuan untuk menjawab tantangan keberlanjutan organisasi masyarakat sipil (OMS) di tengah menurunnya dukungan dari donor internasional. Pelatihan yang dibawakan oleh Ari Syarifudin dari PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) ini benar-benar membuka mata tentang pentingnya perubahan pola pikir: donor bukan segalanya. Peta pendanaan global yang berubah drastis menuntut OMS untuk beradaptasi, dan solusi yang paling berkelanjutan ternyata ada di halaman belakang kita sendiri, yaitu kekuatan dan potensi lokal. Ini adalah ajakan untuk berhenti menengadah ke luar dan mulai melihat ke dalam komunitas kita.
Pelatihan ini merupakan program kegiatan Qyutri – Lokadaya Penabulu Foundation yang dilakukan secara berseri. Dalam kegiatan ini PIRAC berpartisipasi sebagai narasumber pelatihan. Pelatihan ini diharapkan dapat membekali OMS dengan pengetahuan, keterampilan, dan jaringan yang diperlukan untuk mengakses dan mengelola berbagai sumber daya lokal secara efektif. Dengan demikian, OMS dapat memastikan keberlanjutan program dan organisasi mereka, serta terus memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di Indonesia.
Sesi pembahasan memaparkan secara mendalam berbagai bentuk sumber daya lokal—segala potensi yang bersumber dari komunitas atau daerah sekitar—yang bisa dimobilisasi. Sumber daya ini tak hanya terbatas pada aspek finansial seperti dana masyarakat, CSR, atau ZISWAF, tetapi juga potensi non-finansial seperti tenaga, keahlian, dan jejaring sosial. Model seperti berbasis komunitas juga disorot sebagai mekanisme efektif yang selaras dengan budaya gotong royong Indonesia. Empat prinsip utama pengelolaan sumber daya ini pun ditekankan: kedekatan, keberlanjutan, partisipasi, dan legitimasi sosial. Jelas, mobilisasi ini bukan sekadar mencari uang, melainkan upaya membangun kepercayaan dan hubungan sosial yang berkelanjutan.
Namun, menggalinya saja tidak cukup; kesiapan internal organisasi adalah kunci. Pelatihan ini membedah empat aspek kesiapan krusial, mulai dari kapabilitas internal yang kuat, tata kelola dan akuntabilitas yang transparan, hingga kemampuan membangun jaringan strategis dan inovasi. OMS harus memiliki sistem pelaporan yang profesional dan budaya yang inovatif agar mudah mendapat dukungan dari publik. Selain itu, kolaborasi lintas sektor—melibatkan pemerintah daerah, swasta, akademisi, dan media—menjadi penekanan penting untuk menciptakan sinergi pembangunan yang lebih kuat. Sesi praktik bahkan dilengkapi dengan simulasi pemetaan potensi lokal dan analisis yang realistis. (Sri Suparti)