- 08/12/2016
- Posted by: Ari Syarifudin
- Category: Berita
Saat ini DPR dan DPD tengah menggodok RUU Tanggung Jawab Sosial Perusahaan/TJSP atau yang populer dengan sebutan CSR/corporate social responsibility. Dari Naskah RUU CSR yang sudah dipublikasi terlihat bahwa DPR ingin lebih mendorong dan memperluas kewajiban CSR ke semua perusahaan. Dalam UU PT (Perseroan Terbatas) kewajiban perusahaan hanya dibebankan kepada perusahaan yang berbentuk PT dan operasionalnya berkaitan dengan sumber daya alam. Tak jauh berbeda dengan UU PT, RUU tersebut lebih menitik beratkan konsep dan praktek CSR pada pengembangan masyarakat dan sumbangan sosial perusahaan. Selain itu, DPR juga berencana mematok besaran atau prosentase “dana CSR” yang akan dibebankan kepada perusahaan. Perumusan RUU CSR ini memantik polemik dan penolakan dari pelaku bisnis, akademisi maupun organisasi masyarakat sipil. Mereka berpendapat bahwa konsep TJSP dalam RUU tersebut tidak sesuai dengan konsep TJSP atau CSR yang sudah disepakati dan diterima secara global dalam ISO 26000. Mereka juga khawatir RUU ini akan menimbulkan biaya tinggi, berdampak negatif pada iklim investasi, serta membuka peluang terjadinya korupsi.
Sebelum polemik RUU TJSP ini bergulir, dalam empat tahun terakhir puluhan Perda (peraturan daerah) dan Raperda (rancangan peraturan daerah) mengenai tanggung jawab sosial perusahaan/TJSP atau CSR bermunculan di berbagai daerah di Indonesia. Anggota DPRD atau Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota ramai-ramai mengusulkan pembuatan Perda TJSP di daerahnya dengan mengacu pada inisiatif dan pengalaman daerah lainnya. Berdasarkan temuan dan kajian PIRAC menemukan 90 kebijakan yang sudah disahkan dan secara khusus mengatur tanggung jawab sosial perusahaan yang ruang lingkupnya meliputi perda provinsi, kabupaten, dan kotamadya.
Tren Pembuatan Perda TJSP ini dipicu oleh 3 faktor. Pertama, peran dan kontribusi kegiatan TJSP/CSR dinilai belum optimal terhadap pembangunan daerah. Kedua, keinginan Para pembuat kebijakan di daerah untuk mengkoordinir bahkan terlibat langsung dalam pelaksanaan program CSR di daerahnya. Pembuatan Perda TJSP ini diharapkan bisa mengoptimalkan peran perusahaan mendukung pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan dan mengatasi berbagai persoalan daerah, seperti kemiskinan, pengangguran, lingkungan dan minimnya akses pendidikan dan kesehatan. Ketiga, memberikan kepastian hukum terhadap TJSP yang dilakukan dan melindungi dari pungutan liar (pungli).
Kajian PIRAC menunjukkan bahwa pembuatan Perda-perda ini merupakan bagian dari upaya pemerintah daerah untuk mencari dana alternatif atau dana tambahan APBD untuk pembiayaan pembangunan daerah, khususnya pembangunan infrastruktur. Dalam Perda TJSP yang sudah disahkan konsep TJSP atau CSR umumnya direduksi menjadi sebatas pemberian sumbangan dari perusahaan untuk membantu Pemda mengatasi persoalan-persoalan daerah. Bahkan, beberapa daerah sampai menentukan jenis program dan besaran prosentase atau besaran dana CSR yang harus diserahkan. Padahal, makna dan hakikat CSR tidak terbatas pada sumbangan sosial, tapi upaya perusahaan untuk melakukan praktek usaha secara etis dan tidak melanggar hukum, meminimalisir dampak sosial yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha, serta berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat, khususnya di lingkungan perusahaan.
Munculnya puluhan Perda CSR di berbagai daerah ini memicu pro kontra dan keprihatinan banyak pihak. Perda tentang CSR dinilai bisa memperburuk hubungan pemerintah daerah dengan perusahaan. Selain itu, pembuatan Perda CSR juga bisa menjadi kebijakan yang yang kontra-produktif bagi dalam mengembangan usaha dan iklim investasi di daerah. Sebab, di satu sisi pemerintah daerah selalu berusaha untuk mencari investor untuk menanamkan modal atau membuka usaha di daerahnya. Namun, Di sisi yang lain, meraka membuat banyak aturan yang memperumit birokrasi dan menimbulkan biaya tinggi.
Untuk mewujudkan iklim kebijakan yang kondusif bagi praktik TJSP atau CSR di Indonesia, PIRAC bekerjasama dengan Yayasan Tifa telah melakukan studi Dampak Implementasi Perda CSR di Daerah. PIRAC bermaksud mensosialisasikan hasil temuan studi ini dalam sebuah diskusi publik dalam rangka menghimpun masukan untuk penajaman, pendalaman dan pengayaan laporan hasil penelitian.
Untuk mensosialisasikan hasil temuan studi dan menghimpun masukan untuk penajaman, pendalaman dan pengayaan laporan hasil penelitian, maka PIRAC bermaksud menyelenggarakan diskusi publik untuk diseminasi temuan-temuan penelitian yang akan diselenggarakan pada:
Hari/tanggal | : | Rabu, 14 Desember 2016 |
Waktu | : | 12.00 – 16.00 wib (diawali Makan siang) |
Tempat | : | Paramadina Graduate School, The Energy Building Lt 22 SCBD Sudirman, Jakarta Selatan Peta tempat diskusi publik |
Nara Sumber | : |
|
Bagi yang ingin hadir dan berpartisipasi dalam diskusi ini silakan isi form registrasi. Untuk informasi detail bisa menghubungi Ari Syarifudin di nomor HP //0812 9165 1819//.