- 02/01/2013
- Posted by: Ari Syarifudin
- Category: Berita
JAKARTA – Dukungan komunitas terhadap keberadaan radio komunitas menjadi syarat utama keberlanjutan radio komunitas. Namun demikian banyak pengelola radio yang mulai merasakan “kejengahan” ketika harus meminta-minta terus ke komunitas.
Hal ini terungkap dalam FGD “Pengembangan Sumbangan dan Kedermawanan Masyarakat untuk Keberlanjutan Radio Komunitas” yang diselenggarakan oleh Sekolah Fundraising PIRAC di Hotel Mega Cikini tanggal 20 Desember 2012.
Banyak di antara pengelola komunitas justru menghentikan iuran anggota komunitas untuk mendanai operasional radio komunitas. Seperti diakui Ismail, Pengelola Radio Komunitas MTAS, Sumedang, Jawa Barat.
“Kami merasa tidak enak ketika meminta iuran padahal banyak dari mereka yang sudah menyumbangkan tenaganya tanpa dibayar untuk kelangsungan radio,” ujar Ismail. Ia merasa dilema untuk membebani komunitas untuk mendapatkan dana untuk kebutuhan radio komunitas tersebut.
Budi Santoso, Praktisi Fundraising yang pernah berkerja di Green Peace ini mengungkapkan, harus ada alasan jelas untuk penghentian iuran keanggotaan, untuk aktivitas lembaga komunitas, karena lembaga ini jelas-jelas didirikan oleh komunitas.
“Jangan hanya menghentikan iuran anggota hanya berbasis asumsi dan praduga karena iuran anggota ini merupaka energi utama dari keberlanjutan organisasi. Belum tentu komunitas merasa terbebani terhadap iuran keanggotaan ini, ” jelasnya.
Budi menceritakan, dulu ketika di Green Peace ia dan timnya pernah ingin meningkatkan level donasi publik dari Rp100 ribu menjadi Rp150 ribu. Ketika itu banyak staf yang menolak, dengan alasan bahwa kenaikan itu akan membebani donatur. Tapi alasan itu hanya sebatas asumsi.
Karena tidak ada kesepakatan waktu itu, Budi meminta coba dulu naikkan untuk 500 donatur tetap, dan tanya pendapat mereka. Ternyata setelah ditawarkan ke 500 donatur tetap, hasilnya hampir semua setuju untuk menaikan level donasi menjadi 150 ribu per bulan dan hanya 100 orang yang menolak.
“Artinya basis asumsi tidak dapat digunakan untuk memutuskan apakah donasi ini reguler ini akan dihentikan atau tetap dilanjutkan,” jelasnya.
Menurut praktisi Radio Komunitas Mitra FM Bekasi, Winarno, kejengahan pengurus rakom untuk terus meminta kontribusi ke komunitas bisa dimaklumi ketika tidak ada timbal balik yang diberikan rakom ke komunitas. “Karena itulah penting sekali managemen Rakom memikirkan untuk memberikan timbal balik ke komunitas,” jelasnya.
Winarno dari Radio Komunitas Mitra FM menganggap penting hubungan simbiosis mutualisme antara Rakom dan komunitas pendukungnya. Tidak hanya memberikan konten bermuata lokal tapi rakom juga bisa memberikan kontribusi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Winarno menceritakan pengalaman Rakom di Banyuwangi, yang pernah dikunjunginya, di mana Rakom tersebut membuatkan TV Kabel ke komunitas sehingga komunitas bisa menikmati TV kabel dan komunitas akhirnya ikut memberikan sumbangan untuk Rakom.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Radio Komunitas PASS yang membuat RT/RW net yang mememberikan akses internet untuk warga. Untuk itu warga tidak keberatan memberikan iuran Rp100 ribu per bulan kepada Rakom.
Linda dari WWF menyarankan, hal lain yang bisa ditawarkan oleh rakom adalah pembentukan koperasi. Melalui koperasi inilah rakom bisa memberikan pinjaman ke komunitas dan komunitas juga menitip produknya untuk di jual di koperasi rakom. Ketika komunitas merasakan kemanfaatan dari rakom dan ada timbal balik rakom ke komunitas maka komunitas tidak segan untuk terus menyumbang. – Nor Hiqmah, Sekolah Fundraising PIRAC