- 02/11/2012
- Posted by: Ari Syarifudin
- Category: Berita
GUNUNG KIDUL – Menarik menyimak perjalanan Radio Komunitas Wiladeg (RKW), Karangmojo, Gunung Kidul. Bermula dari kebutuhan pada media, masyarakat Wiladeg menggalang dukungan warga serta menghimpun sumbangan masyarakat.
Akhirnya Radio Komunitas Wiladeg berdiri tahun 2002. Untuk pendirian ini, masing-masing warga mengumpulkan apa yang dimiliki; mulai dari besi, jasa tukang las, kawat, cat, uang, air minum, makanan. Termasuk juga sumbangan antena dan sebuah ruangan mungil sehingga RKW siap mengudara.
Hal tersebut diceritakan oleh Sukoco, Kepala Desa Wiladeg, Gunung Kidul kepada Tim Peneliti Sekolah Fundraising PIRAC, Ninik A & Yayan W yang berkunjung ke RKW tersebut, Kamis (1/11/2012).
“RKW ini milik warga Wiladeg, sehingga apa yang dilakukan merupakan dari, oleh, dan untuk warga Wiladeg,” jelas Sukoco yang juga Pendiri & Pengelola Rakom ini.
Dikatannya, untuk mempertahankan keberlanjutan RKW ini, para pengurusnya terus berupaya konsisten untuk selalu mengajak dan melibatkan warganya melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Radio. Hal tersebut menjadi ujud dari-oleh-untuk warga yang terimplementasikan dengan baik. RKW ini juga dijadikan media untuk transparansi desa kepada warga, seperti laparan pertanggungjawaban desa, kegiatan musrembangdes, diskusi atau pertemuan desa dengan warga, dll.
Sukoco sejak awal berpikir, menjalankan RKW sebagai bentuk pelayanan bagi warga Wiladeg, karena itu RKW menjadi penting akan keberadaan dan keberlanjutannya. Oleh karena itu seluruh biaya operasional yang dibutuhkan RKW didanai oleh APBDes, minimal Rp 2 juta per tahunnya.
Menariknya, untuk kelangsungan RKW ini Sukoco juga mengupayakan kemitraan berupa join program atau pelaksanaan program dari beberapa SKPD kabupaten seperti BKKBN, Kominfo, dll. Kemitraan yang terjalin itu mulai dari pembuatan iklan layanan masyarakat, menyiarkan sandiwara tematik, dan bantuan operasional.
“Sebagai contoh dari Kominfo, sudah 2 tahun ini memberikan dana yang bisa digunakan untuk operasional maupun kegiatan sekitar Rp 2 juta per tahunnya. Dan ini dapat diperpanjang kembali jika dari RKW mengajukannya kembali kepada dinas / SKPD tersebut,” ujar Sukoco.
Pendapatan lain, kata Sukoco, melalui jaringan radio komunitas (JRK) Yogyakarta, RKW juga dipercaya untuk menyiarkan sandiwara radio tentang keadilan gender oleh satu NGO. Dari kegiatan ini, RKW mendapatkan kompensasi pendanaan melalui penjualan air timenya.
Berkaitan dengan kemitraan dengan Kominfo, lanjut Sukoco, RKW juga telah melakukan uji kelayakan untuk pendirian usaha warung internet (warnet). RKW memiliki tempat yang telah siap baik tata ruang, listrik, dan kabel telponnya. Kominfo juga telah mengirimkan semua peralatan warnet seperti beberapa paket PC komputer, monitornya, dll. Hanya saja proses ini sedikit terhambat mengingat RKW belum menemukan orang yang bisa bersunggu-sungguh mau mengelola warnet tersebut.
Selain itu, RKW sangat aktif menawarkan kepada warganya maupun para kolega Dewan Pengurusnya untuk menyiarkan secara langsung kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan kompensasi membayar airtime yang ada dengan harga yang terjangkau. On-air kegiatan warga mulai dari hajatan ‘manten’, arisan warga, prosesi pemakaman warga, dll.
Saat berkunjungan ke RKW, Tim PIRAC bertemu dengan Media Komunitas Angkringan dan Rakom fakultas pertanian UGM yang berkunjung ke Radio Komunitas Wiladeg. Pengambilan dokumentasi dilakukan di ruang siar RKW, yang terletak di antara Kantor Pelayanan Desa dan Pendopo (balai pertemuan warga) Wiladeg. – Ninik Annisa