Riset Assessment Pasar Tenaga Kerja di Propinsi Jawa Barat

Jaringan Ketenagakerjaan Muda Indonesia (IYEN) mencatat bahwa alasan tingginya tingkat pengangguran pada kaum muda disebabkan oleh ketidakcocokan antara keterampilan dan latar belakang pendidikan yang dimiliki kaum muda dengan yang dibutuhkan oleh pemberi kerja dan tidak terpenuhinya persyaratan kompentensi kerja oleh kaum muda. Bagi mereka yang sudah bekerja pun, masih banyak yang bekerja tidak sesuai dengan kualifikasi yang dimiliki oleh mereka. Keterampilan terebut mencakup kompetensi sesuai dengan bidang kerja yang dibutuhkan maupun soft skills. Kebutuhan untuk peningkatan keterampilan yang sesuai dengan harapan pemberi kerja menjadi semakin penting dalam menentukan kemampuan kaum muda untuk mendapatkan pekerjaan, mempertahankan pekerjaan, dan bergerak secara fleksibel di pasar tenaga kerja.

Berbekal masalah di atas, PIRAC dengan dukungan dana program Mitra KUNCI – USAID melakukan penelitian untuk mengetahui lebih dalam persoalan anak muda dan tingkat pengangguran pada bulan Mei tahun 2017. Penelitian ini mengkaji tentang kesenjangan kebutuhan keterampilan yang diharapkan oleh pemberi kerja dengan kesiapan kerja yang dimiliki oleh kaum muda. Adapun informasi tersebut didapat dengan melakukan analisa penilaian pemberi kerja terhadap kesiapan tenaga kerja muda untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam mengenai kebutuhan pasar dan kenyataan tentang literasi finansial dan soft skills bagi pemuda dan pemudi dari masukan kolektif beberapa pemangku kepentingan, termasuk kaum muda, pemberi kerja dan lembaga penyedia pelatihan.

Penelitian ini menggunakan metode campuran dengan mengkombinasikan metode kuantitatif dan kualitatif. Pengambilan datanya dilakukan melalui kajian dokumen/pustaka, survei, wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus. Adapun jumlah sampel survei dalam penelitian ini mencakup 432 responden dengan jumlah perempuan sebanyak 168 orang dan laki-laki sebanyak 264 orang dengan kriteria yang telah ditentukan. Sementara, wawancara mendalam dilakukan pada 16 (4 perempuan) orang narasumber informan kunci seperti BLK, PLUT, LKP dan LPK, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM). Sedangkan, narasumber untuk diskusi kelompok terfokus adalah 146 (68 perempuan) narasumber yang berasal dari pengangguran kaum muda dan difabel, pemberi kerja, dan pekerja rumah tangga dan buruh migran.

Penelitian ini mencatat bahwa melalui pada bidang UMKM, pemberi kerja menciptakan peluang kerja yang cukup besar dan merekrut pemuda untuk bekerja. Berdasarkan wawancara dengan pemberi kerja dari kelompok UMKM, mereka menyatakan bahwa perekrutan tenaga kerja terbuka untuk pemuda dari berbagai tingkat pendidikan. Kebanyakan dari mereka menitikberatkan kemauan untuk bekerja sebagai persyaratan utama yang dibutuhkan.

Dari 160 responden pemberi kerja, 7% masih belum mengetahui apakah akan membuka lowongan pekerjaan baru, 63% menegaskan bahwa tidak akan membuka lowongan pekerjaan baru dan 30% mengatakan akan membuka lowongan pekerjaan baru dalam masa 24 bulan ke depan. Pemberi kerja menyebutkan bahwa keterampilan yang paling penting untuk bisa diterima dan bertahan di tempat kerja bagi perempuan dan laki-laki adalah pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bidang kerja (perempuan 10%, laki-laki 8,9%). Kemudian, literasi finansial (perempuan 5,1%, laki-laki 3,9%), disusul komunikasi verbal dan oral (perempuan 4,3%, laki-laki 3,9%). Keterampilan yang paling sedikit dipilih untuk ditingkatkan adalah kepemimpinan (perempuan 2,1%, laki-laki 2,0%) dan perencanaan dan pengorganisiran (perempuan 2,0%, laki-laki 2,1%).

Penelitian ini juga mencatat bahwa terdapat 83% reseponden pemberi kerja menyatakan tidak akan mengirimkan pekerjanya mengikuti pelatihan dan hanya 17% yang menyatakan akan mengirimkan pekerjanya mengikuti pelatihan. Dari hasil diskusi kelompok terfokus, pemberi kerja menyebutkan bahwa sebagian besar program pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan pelatihan perusahaan. Alasan ini menyebabkan pemberi kerja tidak berminat untuk mengirimkan pegawai mengkuti program pelatihan di luar tempat kerja.

Terkait dengan soft skills yang mendukung kesiapan kerja, pemuda yang menjadi resonden survei menilai bahwa mereka membutuhkan pelatihan soft skill seperti pembuatan keputusan, penyelesaian masalah, kepemimpinan, kerjasama tim, ketepatan dalam penyelesaian pekerjaan, berinisiatif, pengorganisasian, komunikasi, kepercayaan diri, penampilan diri, dan lainnya. Apabila dilihat dari latar belakang pendidikan sesuai dengan minat kebutuhan pelatihan, maka banyak dari responden yang tamat SMA/sejenisnya yang merasakan kebutuhan tinggi pada tema-tema sebagai berikut, pembuatan keputusan, penyelesaian masalah, kepemimpinan, pengorganisasian, komunikasi, kepercayaan diri, dan penampilan diri. Sementara untuk tema lainnya seperti ketepatan dalam penyelesaian pekerjaan, berinisiatif, dan lainnya dirasakan oleh tamatan SMP/sejenisnya.

Sebagian besar responden pemuda menyebutkan bahwa keterampilan literasi finansial dirasakan sangat penting dalam menunjang keterampilan kerja. Dari 6 macam tema yang diberikan seperti merencanakan keuangan, mengatur keuangan, memahami kredit dan utang, memahami produk tabungan bank, memahami produk kredit bank dan risikonya, memahami produk asuransi, memahami produk investasi di luar bank dan lainnya, mayoritas responden memilih untuk mempelajari tentang pengaturan keuangan.

Dari persepsi pemberi kerja, beberapa pekerja diketahui memiliki persoalan keuangan. Hasil survei mencatat bahwa pekerja laki-laki lebih banyak yang memiliki persoalan keuangan dibanding perempuan, kecuali untuk yang lulusan SD. Pada pendidikan lulusan SD, persentasi perempuan yang memiliki persoalan hutang piutang di perbankan/keuangan resmi lainnya lebih banyak dibanding pekerja laki-laki. Namun untuk persoalan keuangan lainnya seperti kasbon di kantor, pinjaman antar pekerja, pinjaman ke non perbankan, persentasi laki-laki lebih besar dibanding perempuan untuk tingkat pendidikan lulusan SMP, SMA, Diploma maupun Universitas. Pekerja laki-laki dengan lulusan SMP sering melakukan kasbon di kantor. Sedangkan pekerja laki-laki lulusan SMA cenderung meminjam ke teman pekerja dan juga hutang piutang baik di bank ataupun non perbankan. Pekerja lulusan Diploma dan Universitas, baik laki-laki maupun perempuan tidak pernah melakukan pinjam meminjam antar pekerja. Merekapun relatif jarang memiliki persoalan keuangan.

Pengetahuan literasi finansial dapat dilihat juga dari keterlibatan penggunaan bank dalam proses pembayaran gaji pekerja. Penelitian ini memperlihatkan bahwa cara pembayaran gaji oleh pemberi kerja kebanyakan diberikan melalui tunai yaitu sebanyak 95%. Sedangkan, sisanya hanya 3 pengusaha jasa, 1 pengusaha manufaktur, dan 4 pengusaha lainnya melakukan pembayaran gaji melalui transfer bank. Apabila dilihat dari latar pendidikan pemberi kerja, hampir semua pemberi kerja baik yang tidak tamat SD maupun yang tamat Universitas lebih banyak memberikan gaji pekerjanya melalui tunai. Hanya 2 orang tamat SMA dan 2 orang tamat Universitas yang memberikan gaji pekerjanya melalui transfer bank. Terdapat 1 orang lulusan Diploma dan 3 orang lulusan SMA dari pemberi kerja yang memberikan gaji pekerjanya melalui transfer dan tunai.

Dari sisi ketersediaan penyedia pelatihan soft skills dan literasi finansial, sebagian besar responden tidak mengetahui siapa dan lembaga apa saja yang menawarkan pelatihan soft skills dan literasi finansial. Namun demikian, beberapa responden pemuda dengan tingkat pendidikan rata rata SMA menyebutkan pernah mengikuti pelatihan literasi finansial (4%). Sedangkan, sebagian responden (42%) menyebutkan bahwa mereka mengenali lembaga penyedia pelatihan soft skills yang ditawarkan dari pemerintah daerah.



Leave a Reply