FGD Filantropi Media Berlanjut ke Cikini

CIKINI – Menindaklanjuti Focus Group Discussion (FGD) mengenai Penghimpunan Dana Masyarakat (Filantropi) oleh media di Kantor Kemensos, Selasa 7 Agustus 2012 lalu, diadakan pula FGD dengan membahas Topik lanjutan yang belum terbahas di FGD sebelumnya.

Pertemuan ini diselenggarakan oleh PFI dan PIRAC atas dukungan Yayasan Tifa,  diadakan di Hotel Mega Cikini, 26 September 2012, diawali dengan makan siang bersama.

Hadir dalam FGD kali ini, A. Eddy Sutedja (Dana Kemanusiaan Kompas), M. Risanggono S dkk (Pundi Amal SCTV), Isvan dkk (Satu Untuk Negeri TVOne), Iman (Bens Radio), Mira (Kasubdit Perijinan dan Pengelolaan Bantuan Sosial Kemensos RI), Almuarif (Kasubdit PPSDBS Kemensos RI), Sulis B Pramono ( Kemensos).

Dalam diskusi yang dipandu Hamid Abidin dari Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) ini, dibahas beberapa masalah menyangkut penghimpunan dana dari masyarakat melalui media. Tampil Isvan dari TVOne memaparkan bagaimana kondisi penghimpunan dana masyarakat yang dilakukan oleh Media milik Bakrie tersebut.

Dikatakan Isvan, tidak ada niat bagi TVOne untuk menghimpun dana masyarakat sebelumnya, tapi kemudian terjadi musibah Jebolnya Situ Gintung yang banyak menelan korban jiwa dan kerugian harta. Melihat berita yang ditayangkan TVOne, dengan serta merta pemirsa langsung melihatkan kepeduliannya menyumbangkan sebagian harta mereka untuk meringan korban.

“TVOne tidak bisa menolak, karena bantuan datang tidak saja dari pemirsa di Jakarta, malahan juga dari luar Jakarta yang jauh-jauh datang ke studio,” ujar Isvan.

Berangkat dari hal tersebut, kata Isvan, akhirnya TVOne membentuk panitia untuk mengumpulkan sumbangan yang diberikan langsung ke studio dan membuka rekening khusus untuk itu. Dalam perjalanan selanjutnya, ternyata bencana demi bencana menimpa Indonesia, sehingga pekerjaan dari panitia yang juga karyawan TVOne yang diperbantukan itu tak kunjung usai. Ditambah lagi, ada regulasi yang mengharuskan TVOne memiliki izin dari Kemensos, sehingga seminggu setelah penghimpunan dana untuk bencana itu barulah TVOne mengantongi izin. Saat itu Kemensos juga menyarankan kepada TVOne untuk membentuk badan hukum sendiri agar dana dan pengelolaannya terpisah dari perusahaan TVOne.

“Karena itu pula TVOne akhirnya menjadikan Satu Untuk Negeri (SUN), yang tadinya program menjadi sebuah yayasan sendiri,” tutur Isvan, yang juga Bendahara SUN ini.

Kesan dalam menghimpun dana masyarakat, lanjut Isvan, SUN TVOne sudah mengikuti regulasi yang dikeluarkan pemerintah, namun ternyata regulasi tersebut kurang sesuai dengan kondisi lapangan ketika bencana itu terjadi.

“Ijin hanya diberikan 3 bulan, tapi terkadang masa tanggap darurat bisa lebih atau proses teknis di lapangan yang membutuhkan waktu. Bagaimana melaporkannya atau menghentikan sumbangan sementara kondisi di lapangan masih membutuhkan,” jelas Isvan.

Selain ijin, Isvan juga mengkritisi masalah perpajakan. Dalam penyaluran bantuan kepada masyarakat selain untuk membangun rumah ibadah dikenakan PPN 10 persen, padahal 10 persen dari dana yang dihimpun itu kalau bisa dikembalikan ke masyarakat mungkin sudah bisa menambah infrastruktur yang dibutuhkan.

“Jadi kami berharap masalah pajak ini mohon dibebaskan, karena ini untuk kemanusiaan bukan untuk membangun hotel dan fasilitas bisnis lainnya,” tuturnya.

Masalah yang sama juga dialami oleh Dana Kemanusian Kompas (DKK), bahkan diakui Eddy, selama ini DKK belum pernah melaporkan dan mengurus ijin ke Kemensos. Pertanggungjawaban diberikan kepada pembaca melalui media yang dimiliki dengan laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan publik.

“Penghimpunan dana bukan kemauan media, tapi amanah pembaca. Jadi kami mempertaruhkan nama baik Kompas untuk ini. Untuk itu kami bertekad menjalankan amanah itu dengan transparan dan penuh tanggungjawab,” jelas Eddy.

Hal yang sama ternyata juga dialami oleh Pundi Amal SCTV, menurut Risanggono SCTV hanya pernah meminta izin ke Kemensos satu kali, dan tidak diperpanjang. Namun pernghimpunan dana dilaksanakan secara rutin dengan rekening terpisah dari rekening perusahaan, namun pelaporan tetap disampaikan ke Kemensos dan ke publik melalui website dan berita TV. “Sistem keuangan tersendiri namun berbeda dengan TVOne dan Kompas kami belum memiliki yayasan sendiri, tapi masih dalam bentuk kepanitiaan,” jelas Risanggono.

Iman dari Bens Radio lebih mengungkapkan, bahwa selama ini sumbangan yang diterima melalui medianya berupa barang. Hal ini menjadi kendala bagi Bens, mereka tidak punya tim yang besar untuk menyalurkan bantuan, lebih parah lagi biaya penyaluran lebih besar dari barang yang disalurkan serta terkadang orang yang dibantu tidak selamanya menerima barang yang dibantu karena tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.

Menanggapi beberapa hal yang muncul dalam diskusi ini, Mira dari Kasubdit Perijinan Kemensos mengatakan, semua yang dilakukan media sudah baik dengan tujuan sama untuk membantu masyarakat. Menyangkut izin kalau ingin mengadakan pemungutan dana masyarakat memang menjadi tanggungjawab Kemensos, karena ini adalah amanat Undang-Undang No.39 Tahun 1961.

“Disadari memang, dari  UU ini banyak poin yang perlu direvisi  karena tidak sesuai dengan kondisi sekarang. Seperti masalah masa waktu izin 3 bulan, dulu ketika membuat UU ini mungkin  tidak terfikir akan terjadi bencana besar dan media akan menjadi salah satu lembaga yang diamanahi sumbangan masyarakat. Untuk ini Kemensos akan melakukan ajuan perubahan UU seperti izin dan pelaporan yang diperpanjang  lebih dari 3 bulan, dan banyak lagi yang lainnya,” ujar Mira.

Untuk itu, selagi draft revisi diajukan tentu UU yang lama tetap harus kita pakai, diharapkan kerjasama media untuk mematuhinya. Kemudian dibutuhkan masukkan untuk perbaikan dari UU penghimpunan dana masyarakat ini dari berbagai pihak.

Banyak lagi materi yang dibahas dalam FGD ini, yang nantinya akan menjadi masukan untuk semua pihak termasuk media yang akan disampaikan dalam bentuk laporan penelitian oleh PFI. -Maifil